tetap di situ hingga mengundurkan diri, berjalan dengan rute sejauh 33 km setiap hari selama lebih dari 10.000 kali. Pada suatu hari, ketika berusia 43, ia tersandung pada sebuah batu yang mempunyai bentuk unik. Dalam kata-katanya: “Saya berjalan cepat ketika kaki saya tersandung sesuatu sehingga hampir jatuh beberapa meter jauhnya. Saya ingin tahu apa penyebabnya. Dalam mimpi saya membangun istana, sebuah kastil atau goa, saya tidak bisa mengekspresikannya dengan baik... Saya tidak pernah menceritakannya kepada siapa pun karena takut diolok-olok dan saya sendiri merasa bodoh. Kemudian lima belas tahun kemudian, ketika saya hampir lupa dengan mimpi saya itu, ketika saya sama sekali tidak memikirkannya, kaki saya mengingatkan tentang mimpi itu. Kaki saya tersandung pada batu yang hampir membuat saya terjatuh. Saya ingin tahu apa itu... Itu adalah sebuah batu yang mempunyai bentuk aneh sehingga saya menempatkannya di saku untuk mengaguminya di waktu senggang. Keesokan harinya, saya kembali ke tempat yang sama. Saya menemukan lebih banyak lagi batu, bahkan lebih indah, saya mengumpulkannya pada saat itu juga dan merasa sangat gembira.”
Pada tahun 1896, Ferdinand mengundurkan diri dan dapat mengabdikan diri sepenuhnya untuk mengerjakan apa yang menjadi hasratnya. Pada tahun 1912, setelah bekerja selama 33 tahun, dan pada usia 77, ia merampungkan istananya. Tetapi Ferdinand masih belum selesai. Ia mulai mengerjakan sebuah makam yang rumit, yang memakan waktu selama delapan tahun dan selesai ketika dia berusia 86. Jika Anda merasa hidup Anda menjemukan ketika Anda menjalankan hidup bermil-mil jauhnya dalam keseharian Anda, ingatlah visi si tukang pos akan Palais idéal dan pekerjaan yang telaten namun sederhana yang dilakukannya membangun impian batu-batu kecil, batu demi batu. Anda tidak pernah tahu hasil luar biasa seperti apa yang kemungkinan timbul sebagai akibat dari tersandung pada sebuah batu yang aneh di tengah jalan. Jika Anda memakai batu sandungan itu menjadi batu loncatan, Anda mungkin saja menciptakan sesuatu yang menakjubkan. Text courtesy of Activated magazine. Used by permission.
Image Credits: Image 1: Adapted from Wikimedia Commons Image 2: Stones by 0melapics via Freepik; background by Microsoft clipart Image 3: © Benoît Prieur / Wikimedia Commons
0 Comments
Mendaki Tahun Baru by freekidstories on Scribd
Selama Perang Dunia 2, Tomas ditangkap oleh balatentara Itali, dan beserta rekan-rekan sesama serdadu dia dibawa ke Italia. Para serdadu yang menawan mereka memamerkan tawanan di jalan-jalan dan berbuat sebisa mungkin untuk menghina para tawanan. Orang-orang yang berlalu lalang turut bergabung, mengejek para tawanan, meludahi, dan melepaskan amarah serta kebencian.
Tiba-tiba, dari kerumunan orang yang mencemooh itu, “seorang gadis kecil maju ke muka, menempatkan buah persik ke dalam tangan saya, kemudian pergi berlari sebelum saya sempat mengucapkan terima kasih,” Tomas itu melanjutkan. “Itu adalah buah persik yang paling enak yang pernah saya makan.”
Veteran itu sudah berusia tujuhpuluhan, tetapi matanya bersinar-sinar ketika ia mengisahkan cerita tentang gadis kecil bangsa Italia yang telah memperlihatkan kebaikan hati kepadanya ketika masa-masa penuh kebencian yang mendalam dan permusuhkan antara kedua negara yang berperang itu. Ketika saat-saat di mana dia merasa dipermalukan dan patah semangat, gadis yang tidak diketahui namanya itu menentang tekanan sosial dan menjangkau dengan pemberian kasih sayang yang sederhana namun tulus. Ia melihat melampaui statusnya sebagai seorang prajurit dari negara musuh dan melihatnya sebagai seseorang yang terluka yang memerlukan kebaikan hati. Ia tidak pernah melupakan buah persik itu di sepanjang masa-masa sulit setelah itu ketika perlahan-lahan perang mulai berakhir, dan setelah itu manakala dia membutuhkan kekuatan untuk bertahan akan pengharapan, untuk meninggalkan kepedihan dan kesakitan, dan memulai hidup yang baru.
Gadis itu mungkin tidak banyak berpikir tentang pemberiannya; lagi pula itu “hanyalah” buah persik. Ia mungkin tidak pernah mengira bahwa prajurit itu akan mengenang kebaikan hatinya di sepanjang hidupnya, dan kisah itu akan ditampilkan dalam film dokumenter yang mungkin telah memberi inspirasi kepada orang lain yang meneruskan cerita ini.
Semoga kita membawakan damai sejahtera dengan berbagi “buah persik” kasih dan belas kasihan, bahkan jika itu beresiko atau tidak biasa, sebab “buah”— jiwa yang lelah dikuatkan, hati yang sedih menjadi gembira, yang kesepian dikasihi—sepadan dengan harga yang harus dibayar.
__________________________________________ Story adapted from Activated magazine; used by permission. Photo credits: Image 1: National Geographic; used under Fair Use guidelines. Image 2: Patrick via Flickr; used under Creative Commons-Attribution-Non Commercial license. Image 3: Microsoft Clipart
Sebuah alegori yang menarik untuk anak-anak.
Oleh Edmond Sichrovsky
Harusnya ini mudah, pikir saya sambil bersiap-siap untuk memasuki SMU. Saya merasa tidak akan ada masalah berteman atau berinteraksi dengan teman-teman sekelas. Sayangnya, kepercayaan diri itu hancur berantakan pada hari pertama mulai sekolah, ketika saya bertemu dengan anak lelaki yang duduk di sebelah saya di kelas. Sean tingginya seperti saya tetapi dua kali lebih berat. Dia sangat sembrono dalam pelajaran, tidak pernah belajar menjelang ujian, dan berteriak dan mengutuk guru dan murid-murid lainnya. Tidak henti-hentinya menyombong tentang permainan komputer yang penuh dengan kekerasan yang dimainkannya, dan pengaruh dari permainan komputer itu jelas terlihat pada sikap Sean yang lekas marah dan merusak. Dengan segera saya berandai-andai saya tidak harus duduk di sebelahnya.
Minggu-minggu berlalu, dan Sean nampaknya semakin parah. Dia gagal hampir pada setiap ujian, berkelahi setiap hari dengan teman sekelas lainnya, dan tidak berteman. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap sopan tetapi menjaga jarak.
Pada suatu hari ketika jam makan siang, satu-satunya tempat duduk yang kosong di kantin adalah di sebelah Sean. Dengan segan saya duduk, dan kami mengobrol. Selama percakapan singkat itu, saya mendapati bahwa ayah Sean meninggal ketika dia masih kecil, dan ibunya bekerja hingga larut malam. Akibatnya, setiap malam dia sendirian dan hanya menghabiskan waktu dengan ibunya di akhir pekan. Saya merasa malu karena menilai Sean dengan kejam dan bertekad untuk berteman dengannya, meskipun itu bertentangan dengan keinginan wajar saya. Mula-mula, usaha saya ditanggapi dengan ejekan penolakan dan caci maki. Saya baru tahu bahwa dulu Sean menjadi sasaran gertakan, jadi nampaknya dalam upaya melindungi dirinya, dia mengembangkan sisi luar yang keras dan tak berperasaan. Tidak mudah mengikut-sertakan Sean apabila kami membuat tim, dan sukar berteman dengannya ketika usaha saya ditanggapi dengan komentar sinis. Seringkali saya tergoda untuk menjadi marah dan bertanya-tanya dalam hati apakah ia sepadan dengan kesulitan yang saya alami. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, secara perlahan-lahan Sean bertumbuh menjadi lebih ramah. Kemudian, sekitar empat bulan setelah percakapan yang pertema itu, Sean bersikeras untuk menjadi pasangan saya dalam aktivitas kelas. Saya terkejut. “Kamu selalu bilang tidak mau melihat saya lagi,” kata saya kepadanya. “Tidak benar!” jawabnya, sambil tersenyum lebar. “Kamu adalah satu-satunya teman saya—orang yang peduli dengan saya. Saya ingin agar kita selalu berteman.”
Hari itu, saya bukan saja memperoleh pertemanan yang berkelanjutan, tetapi saya juga mendapati kebenaran yang luar biasa: Tanpa mempedulikan bagaimana tindakan seseorang, penampilannya, atau perilakunya, setiap orang menginginkan dan membutuhkan kasih dan penerimaan. Di balik penampilan luar seseorang yang keras bagaikan batu seringkali terdapat kuncup yang sedang menanti untuk berkembang. Kata-kata ramah dan perbuatan kasih bagi manusia bagaikan sinar matahari bagi bunga. Diperlukan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan terkadang berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk melihat hasil dari usaha kita mendapat imbalan, tetapi pada suatu hari nanti orang itu akan mekar.
Text adapted from Activated! magazine. Used by permission.
Photo credits: Image 1: Kirimatsu via DeviantArt.com; used under CC license. Image 2: Flamespeedy via DeviantArt.com; used under CC-NC license. Image 3: Heximer via DeviantArt.com; used under CC license.
"Peraturan Paradoks" untuk anak-anak.
|
Categories
All
Archives
July 2024
|